Semasa hidupnya, Nabi bergaul luas dengan seluruh lapisan masyarakat. Beliau menghargai dan mencintai mereka, terutama yang menjawab ajakan dakwahnya dengan memeluk Islam. Kepada mereka, Beliau mengistilahkannya bukan murid atau umat , namun sahabat.

Ketaatan setara kecintaan para sahabat kepada nabi tercatat dalam sejarah. Menjelang perdamaian Hudaibiyah, kaum Quraisy mengutus Urwah untuk menjumpai Nabi dan berunding. Mereka khawatir Nabi akan masuk Mekkah, lalu menguasainya dan mengadakan pembalasan hingga akan menimbulkan pertumpahan darah.

Saat itu, Urwah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana ketaatan dan kecintaan para sahabat terhadap Nabi. Sewaktu kembali kepada kaum Quraisy Mekah, ia menyampaikan laporan dengan berkata, “Demi Allah! Aku telah berkunjung ke raja-raja. Aku telah menemui Kaisar Romawi, Kaisar Persia, Negus Abbesenia, sungguh aku tidak melihat seorang penguasa yang diagungkan oleh teman-temannya, sebagaimana Muhammad diagungkan teman-temannya.”

Dalam hadis yang periwayatannya tergolong sahih disebutkan, bahwa pernah para sahabat berebut air bekas wudhu Nabi. Bila bercukur, para sahabat mengambil rambut Beliau. Sisa minuman, makanan, dan berbagai barang miliknya juga menjadi incaran para sahabat. Semua ini menunjukan bagaimana kecintaan mereka kepada Nabi.